Day 19: Rumah Papa Pulang




Semester ke-5 pas kuliah adalah masa yang cukup berat bagi gue pribadi, berbagai masalah serasa datang dari segala arah penjuru menghantam badan kurus gue yang beratnya ga pernah bisa lebih dari 40 kilogram kala itu. Masalah relationship, finansial, sampe gue ga merasa nyaman berada di rumah sendiri pada waktu itu.

Gue merasa bener-bener sendirian, ga punya support system secara internal maupun eksternal, gue berusaha baik dan perhatian sama orang dengan harapan bisa diperlakukan baik dan diperhatiin balik malah berujung ditinggalin, hal itu yang bikin gue berusaha lebih menyayangi diri sendiri dan lebih mengenal diri sendiri, karena ga ada yang cukup worth it untuk dicintai selain mencintai diri sendiri.

Gue memutuskan untuk ambil cuti kuliah satu semester karena ga punya cukup dana buat bayaran UKT, bahkan bayar separuhnya aja gue ga bisa, jalan kaki berkilo-kilo meter karena kehabisan ongkos buat ngeprint tugas dan fotokopi materi, ya, waktu itu gue ga punya kendaraan pribadi, kemana-mana mengandalkan transportasi umum yang lewat jam 6 sore semua angkutan umum udah ga ada.

Hiburan gue satu-satunya saat itu cuma dengerin radio lewat HP senter yang cuma bisa nelpon & sms, dan jalan melewati komplek perumahan pas pulang dari kampus, sekedar bisa ngeliat rumah-rumah orang yang bagus udah cukup bikin gue hepi kala itu. Kadang gue sengaja ngambil jalan memutar demi bisa masuk area komplek perumahan dan tembus-tembus ke tempat tinggal gue yang berada di luar area komplek perumahan itu.

Sampai pada suatu hari, di sebuah sore hari menjelang maghrib, gue yang capek fisik dan mental selepas pulang kuliah seperti biasa milih jalan memutar biar bisa masuk komplek perumahan untuk sekedar jalan-jalan. Waktu itu gue ngerasa capek banget dan ga punya motivasi sama sekali, hidup udah kayak tokai yang ngambang mengikuti arus sungai tanpa tau arah tujuan. Semua yang gue lakuin berasa salah dan ga ada hasil.

Lalu gue melewati satu rumah sederhana dengan satu mobil di carport-nya, di rumah itu terderngar dari luar suara bapak-bapak muda yang masuk rumah sembari bilang "Papa pulang!!" lalu disambut oleh dua suara anak kecil yang sepertinya anak laki-laki dan perempuan "Horeee!! Papa pulangg", dan dibalas oleh suara wanita muda yang bilang "Papa mandi dulu ya dek.. nanti abis itu bisa main".

Gue berhenti bentar di depan rumah itu, ga kerasa mata gue berkaca-kaca, sebuah momen yang ga pernah gue rasain, tapi sejak itu pula gue merasa punya motivasi buat bikin keluarga kecil gue sendiri, keluarga impian gue sendiri, dan gue gamau siklus pembentukan diri gue ini terjadi lagi di masa depan.

Gue masih inget banget semua momen pas lewat di depan rumah itu, aromanya, suasananya, suara anggota keluarga di dalem rumah itu, keheningan sekitar karena itu adalah waktu menjelang maghrib, dan masih banyak lagi.

Sampai bertahun-tahun berlalu, gue udah lulus kuliah, udah bekerja dan punya penghasilan sendiri, gue juga udah pindah dari rumah yang gue tempatin dulu, tapi gue selalu sempetin waktu buat lewat di rumah itu lagi kalo gue merasa down dan hilang arah, sekedar lewat di depan rumah itu udah cukup mengingatkan gue untuk harus lebih kuat, lebih rajin, dan lebih semangat menjalani kehidupan. Demi keluarga kecil gue kelak di masa depan.

Bahkan sampai sekarang pun gue ga pernah ketemu sama anggota keluarga yang ada di rumah itu, tapi menurut gue itu ga penting, yang penting gue bisa merasakan semangat dan termotivasi atas vibes yang mereka berikan secara ga sengaja bertahun-tahun yang lalu.

Sampai sekarang, rumahnya ga berubah, catnya pun masih sama dengan satu mobil di carport-nya, dan rumah itu gue namai "Rumah Papa Pulang".


Tulisan ini merupakan bagian dari 30 Days Writing Challenge, di mana gue menantang diri sendiri untuk menulis blog selama 30 hari.

0 komentar

Please leave a comment ..